Senin, Juni 13, 2016

Sejarah Perjuangan Tengku Ubit Bergelar Tengku Geurute


MOKI – Sabang Aceh,…
Ramli (71 thn) seorang PNS di Dinas Pertanian Kota Sabang yang kini  menjalani masa Purna Bhakti (pensiun), Anak ke 3 (tiga) dari Tengku Geurute salah seorang Pejuang Aceh ketika melawan Belanda dan Jepang (1924 s/d 1945). Dia menceriterakan masa-masa perjuangan orang tuanya Tengku Ubit yang diberi Gelar Tengku Geurute, anak dari Tengku Ade salah seorang pejuang Aceh melawan penjajah dan paling dicari yang menjadi Buruan oleh Kolonial Belanda.

Alkisah, pada tahun 1924 Tengku Ubit alias Tengku Geurute yang berdomisili di Gampong Lam Jabat, pergi berangkat menuju Meulaboh untuk mencari orang tuanya Tengku Ade yang tengah berjuang melawan Belanda. Pada masa itu Tengku Ade merupakan orang buruan yang paling dicari-cari oleh Belanda karena Tengku Ade selaku pemimpin kelompok paling gencar melakukan perlawanan melawan Belanda.

Meskipun mencarinya kemana saja, namun tidak menemui Ayahnya karena Tengku Ade melarikan diri dari hutan ke hutan sembari melakukan perlawan perang gerilya melawan Belanda. Meskipun demikian tanpa mengenal lelah dan berputus asa Tengku Ubit terus mencari dimana keberadaan orang tuanya.

Tahun 1932, Tengku Ubit dari Kota Meulaboh pergi menuju Lamno untuk melakukan peperangan melawan Belanda, dan di Kota itu dia mendirikan pasukan Mujahidin sembari melakukan dakwah tentang Agama Islam dan melawan tentara Belanda yang ada di Lamno. Pusat pergerakan perlawanan dengan Belanda ditempatkan di gunung Geurute sehingga Tengku Ubit  diberi gelar “ Tengku Geurute “.

Seiring dengan perlawanan yang dilakukan, Tengku Ubit alias Tengku Geurute di tahun 1936 menikah dengan salah seorang gadis dan mempunyai Putra pertama yang diberi nama Hanafiah. Dan pada tahun 1938 mereka berpindah dan berdomisili di gunung Geurute, kemudia ditahun 1939 kembali lahir anak kedua seorang puteri yang diberi nama Asiah, tahun 1940 lahir anak ketiga Tengku Ubit alias Tengku Geurute, seorang putra diberi nama Ramli dan kini berdomisili di Kota Sabang.

Selanjutnya pada bulan April tahun 1941 didapat berita dari Lamno bahwa Tentara Jepang telah masuk ke seratus pulau yaitu di ujung Sudon . Mendengar informasi tentang kedatangan tentara Jepang dan telah ada di ujung Sudon, Tengku Ubit alias Tengku Geurute melakukan penyusunan kembali tentara Mujahidin (Muslim) untuk berangkat melakukan penyerangan kepada tentara Jepang yang berada di ujung Sudon.

Selama 12 hari pasukan Muslimin melakukan penyerangan ke pada tentara Jepang di ujung Sudon, mereka kehabisan bahan makanan dan Tengku Geurute kebingungan. Namun dia tidak berputus asa dan melakukan pencaharian makan disekitar situ dan ditemukan sebuah gua yang didiami oleh burung laying-layang.

Kemudian Gua tersebut oleh Tengku Geurute di berinama Gua Temega, dan dari hasil gua tersebut yaitu sarang burung, mereka mendapatkan makanan dan berlanjutlah perlawanan mereka kepada Jepang. Dengan demikian tentara Jepang kembali mendapatkan perlawanan yang sengit dari pasukan Mujahidin (Muslim) yang dipimpin oleh panglima perang Tengku Ubit alias Tengku Geurute.

Pada tahun1942, Tentara Jepang mendarat di Pulau Weh (Sabang) dan menguasai daaerah ujung Aceh, selanjutnya mereka juga menyerang Ulhee Lheuee dengan mendarat di Ujung Bathee, dari situ kemudian mereka dapat menguasai Kuta Raja (kini Banda Aceh) dilanjut menyerang keseluruh kini Aceh Besar.

Tengku Ubit/Geurute mendengar tentara Jepang telah menguasai Sabang dan Kuta Raja , melakukan penyusunan pertahan tentara Muslilin yang dipusatkan di gunung Geurute untuk menahan tentara Jepang. Jepang berusaha meluaskan jajahannya dengan cara menyerang melalui gunung Gueurute.

Namun hasrat tersebut tidak dapat dilaksanakan disebabkan gigihnya perlawanan yang dilakukan Tengku Geurute dan pasukannya, sehingga pasukan tentara Jepang tidak berhasil menembus pertahan tersebut dan tidak dapat menyerang Kota Lamno dari daratan.

Tanggal 08 Agustus 1945, Jepang berhasil menangkap Tengku ubit alias Tengku Geurute melalui mata-mata yang dikirimnya. Tengku Ubit diikat di Kota Lamno kemudian dipenjara oleh tentara Jepang. Setelah penangkapan Tengku Ubit, perlawanan di lamno bukan semakin melemah melainkan serangan pasukan Mujahidin semakin besar dengan bergerilya dan tentara muslimin makin marak aja.

Kemudian pada tanggal 14 Agustus 1945 terdengar berita dan informasi bahwa, tentara jepang akan membumi hanguskan Kota Lamno karena pusat pergerakan tentara Muslimin adalah di Kota Lamno, sehingga Jepang menargetkan Lamno sebagai pusat pergerakan harus segera dimusnahkan.

Tentara Jepang merencanakan pada tanggal 18 Agustus 1945, akan membumi hanguskan Kota Lamno sebagai pusat pergerakan perlawanan tentara Jepang. Namun Allah tidak mengizinkan Kota lamno untuk hancur lebur, meskipun telah direncanakan dengan baik oleh tentara Jepang. Dengan menyerahnya Jepang kepada tentara Sekutu tanpa syarat, kemudian Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, maka gagallah rencana busuk tentara Nipon tersebut.

Kembali terdengar berita bahwa tentara sekutu telah menyerang Kuta raja dan Aceh tanggal 29 Agustus 1945, Tengku Ubit alias Geurute kembali memanggil pasukan musliminnya untuk membentuk pasukan baru agar dapat melakukan perlawanan melawan tentara Sekutu.  Dan kembali pusat pergerakan perlawanan ditempatkan di gunung Geurute, dibentuklah markas Besar tentara Muslimin di Gunung Geurute oleh Tengku Ubit/Geurute.

Kemudian pada tanggal 02 Oktober 1945 terbit perintah dari Gubernur Militer Aceh, Tengku daud Ber’eh bahwa, untuk mengatur dan membuat pertahanan militer Aceh yang strategis di gunung Geurute. Selanjutnya seluruh daerah wilayah tersebut harus segera dikuasai oleh tentara Muslimin Aceh.

Gubernur Militer Tengku daud Ber’eh, pada bulan Juli tahun 1946  kembali meminta dan memerintahkan kepada Tengku Ubit alias Tengku Geurute, untuk menyumbangkan hasil dari pertanian Rakyat Aceh berupa pinang dan macam hasil pertanian lainnya, agar dapat disumbangkan untuk membeli Pesawat Republik Indonesia yang pertama.
Tahun 1948, Gubernur Militer Aceh Tengku Daud Ber’eh menunjuk Tengku Ubit alias Tengku Geurute untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Kantor Urusan Agama di Kuta Raja. Pada tahun 195 Tengku Ubit/Geurute meninggal dunia di Gampong Lam Jabat Ulhee Lheuee, disebabkan terserang oleh penyakit serangan jantung akut dan akibat kelelahan yang berkepanjangan karena perang.    

Demikianlah kisah ini diceriterakan oleh Bapak Ramli, salah seorang anak dari Tengku Ubit alias Tengku Geurute yang telah Pensiun dari PNS tahun 2001 pada Dinas Pertanian dan Tananaman Pangan Kota Sabang. Dia mengharapkan, dengan dikisahkannya kembali kisah perjuangan orangtuanya, maka silsilah kepemilikan tanah yang berada di gunung Geurute dapat terungkap dan tidaklah dikuasai oleh orang yang bukan pemiliknya, harap Ramli.

(Red)

Keterangan Foto  :
Ramli (71 thn), salah seorang anak Tengku Ubit alias Tengku Geurute yang telah Pensiun dan kini berdomisili di Kota Sabang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketua PKS Sabang Yang baru Albina A Rahman ST, MT

  Albina A Rahman ST, MT Ketua Partai Keadilan Sejahtera Kota Sabang Yang Baru Pergantian. Isyu Suksesi Kepemimpinan Sabang tahun 2024 Mencu...