Minggu, Desember 31, 2017

Moratorium Tambang untuk Penyelamatan Hutan Aceh Opini Oleh : Hamdani

Banda Aceh - ZSAN,..
Provinsi Aceh terletak antara 01o 58' 37,2" - 06o 04' 33,6" Lintang Utara dan 94o57' 57,6" - 98o 17' 13,2" Bujur Timur dengan ketinggian ratarata 125 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah Aceh, sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan sebelah Barat dengan Samudera Indonesia Luas Provinsi Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai 2.290.874 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 800.553 ha. Sedangkan lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 3.928 ha.

Pemerintah berkomitmen dalam upaya penurunan pemanasan global namun belum berjalan dengan sebagaimana mestinya. Begitu juga dengan Provinsi Aceh yang sudah memiliki payung hukum (Pergub Aceh No 85/2012), belum terlihat jelas implementasinya dalam pembangunan hingga di level pemerintah kabupaten/kota. Tentunya kita akan setuju tidak perlu harus menjadi “bad boy” terlebih dahulu untuk menjaga daya dukung hutan dan penggunaan lahan dalam kontek mengatasi perubahan iklim.

Pada tahun 2006 hingga 2009 telah terjadi deforestasi seluas 0,16 juta Ha, yang di sebabkan masih banyaknya kegiatan illegal logging yang menyebabkan deforestasi yang serius sehingga pada tahun tahun 2007 Pmerintah Aceh memaksa mengelauarkan Instruksi Moratorium Logging (Instruksi Gubernur Aceh No 5/INSTR/2007 tentang moratorium Logging).

Setelah diterbitkan kebijakan ini, Pemerintah Aceh melalui Dinas Kehutanan melaksanakan serangkaian kegiatan yang disebut dengan Triple R, yaitu redesign, reforestasi dan reduksi. Redesign adalah langkah untuk menata ulang hutan Aceh yang dimulai dari inventarisasi, yang kemudian dilanjutkan dengan penataan fungsi hutan untuk pembangunan Aceh yang berimbang secara ekologi. Reforestasi, sebagai bagian dari strategi jangka panjang pengelolaan hutan Aceh yang harus dimulai sekarang juga. Terakhir adalah reduksi, yaitu menurunkan laju kerusakan hutan sebagai penunjang implementasi sektor kehutanan. Kebijakan hutan yang berkelanjutan tentunya tidak menimbulkan kerusakan hutan sama sekali (Detik, 06 Juni 2007).

Pada tahun 2014 Gubernur Privinsi aceh kembali mengeluarkan Intruksi Moratorium Tambang (Instruksi Gubernur Aceh Nomor ll/INSTR/2014 tentang Moratoium Izin Tambang) Dalam Ingub tersebut disampaikan bahwa dalam rangka mengembalikan fungsi-fungsi wilayah pesisir dan laut serta untuk menata kembali penambangan mineral di wilayah pesisir dan laut Aceh perlu diambil kebijakan penghentian sementara penambangan di wilayah pesisir dan laut Aceh.

Tutupan hutan aceh berkisar 56% dari luas wilayah yang mencapai 5.677.081 Ha: luas hutan konservasi 0,8 juta Ha, hutan lindung seluas 1,6 juta Ha, hutan produksi seluas 0,4 juta Ha, hutan produksi terbatas seluas 1.6 juta Ha, dan area hutan penggunaan lainnya seluas 0,4 juta Ha. Hingga tahun 2014 jumlah luas lahan di Provinsi Aceh yang telah dikonsesi menjadi wilayah usaha pertambangan mencapai 767.967,09 Ha atau mencapai 22% dari total luas kawasan hutan di Provinsi Aceh dimana sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No : 170/KPTS-II/200 tanggal 29 Juni 2000 luas kawasan hutan di Aceh mencapai 3.335.613 Ha.

Jumlah IUP (Izin Usaha Pertambangan) sejak sebelum dilaksanakan Moratorium Tambang tahun 2007-2010 sebanyak 138 IUP, tahun 2010-2012 sebanyak 109 IUP, dan tahun 2012-2014 ada sebanyak 134 IUP. Berdasarkan sumber: kemenhut Dirjen Planologi Kehutanan No. S.702/VII-PKH/2014 Data Hutan Konservasi : 31.316,12 Ha, Hutan Lindung : 399.959,76 Ha. Sebaran IUP di Kawasan Hutan terdapat 30% hutan konservasi, 45% hutan lindung, dan 25% di kawasan ekosistem louser yang tersebar di kawasan Hutan. Berdasarkan sumber kemenhut Dirjen Planologi Kehutanan No. S.702/VII-PKH/2014 Data Hutan Konservasi

Setelah Moratorium Tambang di laksanakan yang di mulai sejak di keluarkannya Instruksi Gubernur Aceh Nomor 11/INSTR/2014 tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ini di berlakukan IUP di Aceh terus menurun hingga 2016 menyisakan 46 IUP yang tersebar di kabupaten/kota di Aceh. Berdasarkan sumber Menhut No.941/menhut-II/2013 Hasil Monev. GNPSDA-KPK, 2015 Hutan Konservasi : 4.758 Ha  dan Hutan Lindung : 67.351 Ha

Dari data Hasil Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam yang dilanjutkan dan di evaluasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang di sebut Korsup Minerba 2015 terdapat hutan yang terselamatkan setelah di berlakukannya Moratorium Tambang ini mencapai : 265.743,70 Ha. (Sumber : data.gerak aceh.id)

Dari hasil tersebut GeRAK bersama Tim Konsorsium Peduli Tambang menjumpai gubernur  Aceh meminta agar instruksi gubernur tentang moratoroium kembali di perpanjang jika instruksi ini tidak di lanjutkan maka semakin banyak pihak yang semena-mena memperlakukan hutan aceh dimasa yang akan datang. Tentunya meraka bisa merusak hutan lindung dan hutan konservasi yang ada di Aceh. Jika hal itu terjadi maka cukup besar kerugian yang akan di terima oleh Aceh.

Dengan itikad baik pada oktober 2016 gubernur mengeluarkan Ingub terbaru dengan bernomor 9 tahun 2016. Moratorium dilanjutkan selama satu tahun ke depan yakni telah berakhir pada tahun2017.

Selama diterapkan Ingub tentang moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara sejak Tahun 2014 hingga 2017, langkah ini menjadi salah satu championyang berhasil di tingkat nasional dan bahkan menjadi role model dalam penerapan tata kelola pertambangan yang baik, disisi lain Aceh juga menjadu salah satu provinsi di Indonesia yang berhasil mengurangi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari 138 IUP yang tersebar di kabupaten/kota di aceh pada tahun 2017 saat ini hanya tersisa 37 IUP lagi baik yang berada dikawasan hutan konservasi dan hutan lindung.

Pemerintah Aceh sudah berhasil mencabut 101 IUP yang bermasalah baik IUP sudah mati, IUP berpotensi mati, IUP habis masa, dan Pemerintah Aceh sudah berhasil kembali menekan laju deforestasi, ini akan banyak menguntungkan masyarakat aceh salah satunya berkurangnya kerusakan hutan dan lahan. Bahkan tercatat pasca moratorium lanjutan (edisi 2) ini tercatat kurang lebih 42.077 ribu hektar hutan juga berhasil diselamatkan. (Sumber : http://data.gerakaceh.id/)

Saat ini juga begitu besar hutang perusahaan tambang di Aceh kepada Pemerintah. Tercatat banyak perusahaan tambang yang tersebar di 14 kabupaten/kota yang melum memenuhi kewajibannya secara aturan pertambangan diantaranya  pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan jumlah total mencapai 41 Miliar.

Praktek tata kelola sektor tambang sudah seharusnya dapat bertindak untuk mendukung upaya keberkelanjutan lingkungan hidup. Penerimaan yang di peroleh dari sektor tambang juga harusnya dikembalikan lagi untuk program dan kegiatan pembangunan mendukung pembinaan dan pengawasan pertambangan dan kelestarian lingkungan.

Pemerintah segera mengupayakan untuk melanjutkan moratorium tambang dan pemerintahan segera untuk merevisi Instruksi Gubernur Aceh Nomor 09 Tahun 2016 dengan meningkatkan penglibatan peran serta pastisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan dengan menerapkan intensif (reward) kepada pihak yang melakukan usaha menjaga kelestarian hutan.

= PenulisadalahKetua BEM Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Aceh =


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketua PKS Sabang Yang baru Albina A Rahman ST, MT

  Albina A Rahman ST, MT Ketua Partai Keadilan Sejahtera Kota Sabang Yang Baru Pergantian. Isyu Suksesi Kepemimpinan Sabang tahun 2024 Mencu...