Banda Aceh - ZSAN,…
Ketua Gerakan Anti
Korupsi (GeRAK) Aceh Askalani, pada paparannya
mengatakan beberapa informasi sektor tambang perlu dipertanyakan dan di kaji
ulang termasuk laporan hasil Eksplorasi detail, di Worshorp Refleksi Tatakelola
Pertambangan di ProvinsI Aceh tahun 2017, Kamis (28/12-17) siang di Hotel Oasis
Banda Aceh.
Peran masyarakat
sipil dalam mendukung Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA),
GNP-SDA telah diinisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang dimulai dengan
koordinasi dan supervise Mineral dan batubara atau dikenal dengan istilah
Korsup Minerba KPK tahun 2014, terjadinya kebijakan mendasar tentang kewenangan
pengelolaan Minerba dengan terbitnya UU No 23 tahun 2014, ujar Askalani.
Dikatakan juga,
Korsup Minerba empat tahun terakhir harus dapat memberikan kepastian hukum
terhadap evaluasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah. Korsup tidak perlu
berjalan lagi pada aspek administratif melainkan bisa menyentuh penegakan hukum
di sektor tambang.
Periode Moratorium
Izin Tambang dari tahun 2014 – 2017, banyak terjadi perubahan yang signifikan
sebab, dari 138 IUP seluas 841.000. Ha yang seluruhnya merupakan warisa
Bupati/Walikota saat ini telah berkurang menjadi 40 IUP dengan luas 156.000.
Ha. Selanjutnya seluas 685.000. Ha dari 101 IUP telah dicabut atau berakhir
masa berlakunya, ujar Askal pula.
Meskipun demikian,
Pemerintahan Aceh perlu melakukan upaya mempertegas kembali status luasnya
bekas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang telah dikembalikan fungsinya
dengan melakukan upaya protektif.
Askalani
pada penjelasannya mengatakan, perlunya keterbukaan publik pada sektor tambang karena,
hal ini dapat ditandai dengan turunnya peringkat Aceh sebagai provinsi terbuka
dari Komisi Informasi Pusat, karena turun satu peringkat menjadi peringkat ke
3, kata Askal.
Pada sektor Pertambangan,
GeRAK Aceh melalui siswa Sekolah Anti Korupsi (SAKA) telah melakukan uji akses sektor
tambang di lima Satuan Perangkat Kerja Aceh (SPKA). Hasilnya, sebanyak satu
pemohon diberikan 10 hari kerja, dan tiga pemohon diberikan pada masa
keberatan. Selanjutnya dari dua belas permohonaninformasi, berujung pada
sengketa Informasi di KIP yang masih berlangsung hingga saat ini.
Beberapa informasi
sector tambang perlu di kaji ulang termasuk laporan hasil eksplorasi detail :
data tekhnis, surver, eksplorasi, study kelayakan dan ekplorasi potensim panas
bumi. Selanjutnya laporan study kelayakan mencakup : data tekhnis potensi air
tanah, peta dan koordinat WIUP, laporan kewajiban perusahaan pertambangan dan
data potensi sumberdaya mineral logam dan tanah.
Pada kesempatan
lain ketika Redaksi ZSAN menemui Panitia Sub Stansi Kegiatan Work Shorp GeRAK
Aceh, Fernan, selepas acara di Aula Hotel Oasis mengatakan, hasil evaluasi
terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Aceh belum ada kejelasan. Evalusai IUP
sebagaimana Permen ESDM No. 43 thn 2015 dinilai tidak tegas dan terkesan
mengulur waktu, ujarnya.
Fernan juga
mengatakan bahwa, Pemerintah Aceh telah merekomendasikan 14 IUP kepada ESDM
pada tgl 28 Desember 2016. Namun pada tgl 19 Oktober 2017 ketika Korsup KPK di
Padang menyebutkan bahwa Pemerintah Aceh belum menyelesaikan kelengkapan 9 IUP
yang direkomendasikan.
KPK bersama
Kementrian/Lembaga menyepakati pemblokiran Badan Usaha IUP Minerba bermasalah
dengan tenggang waktu 31 Desember 2017. Kesepakan itu dinyatakan bersama Ditjen
AHU Kemenhunkam, Ditjen Penegakan Hukum KLHK, Ditjen Perdagangan Luar Negeri,
Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Perla dan Ombusdman RI di Gedung KPK pada tanggal
06 Desember 2017, pungkas Fernan.
(Wapemred)
Keterangan
Foto :
Ketua GeRAK Aceh Askalani ketika mengikuti acara Diskusi Tambang
di Aula Hotel Oasis Banda Aceh, Kamis (28/12-17) pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar