Banda Aceh - ZSAN,..
Provinsi Aceh terletak
antara 01o 58'
37,2" - 06o 04'
33,6" Lintang Utara dan 94o57' 57,6" - 98o 17' 13,2" Bujur Timur dengan
ketinggian ratarata 125 meter di atas permukaan laut. Batas wilayah Aceh,
sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan
Provinsi Sumatera Utara dan sebelah Barat dengan Samudera Indonesia Luas
Provinsi Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai
2.290.874 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 800.553 ha. Sedangkan
lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 3.928 ha.
Pemerintah berkomitmen dalam upaya penurunan pemanasan global namun
belum berjalan dengan sebagaimana mestinya. Begitu juga dengan Provinsi Aceh
yang sudah memiliki payung hukum (Pergub Aceh No 85/2012), belum terlihat jelas
implementasinya dalam pembangunan hingga di level pemerintah kabupaten/kota.
Tentunya kita akan setuju tidak perlu harus menjadi “bad boy” terlebih dahulu
untuk menjaga daya dukung hutan dan penggunaan lahan dalam kontek mengatasi
perubahan iklim.
Pada tahun 2006 hingga 2009 telah terjadi deforestasi seluas 0,16 juta
Ha, yang di sebabkan masih banyaknya kegiatan illegal logging yang menyebabkan
deforestasi yang serius sehingga pada tahun tahun 2007 Pmerintah Aceh memaksa
mengelauarkan Instruksi Moratorium Logging (Instruksi Gubernur Aceh No
5/INSTR/2007 tentang moratorium Logging).
Setelah diterbitkan kebijakan ini, Pemerintah
Aceh melalui Dinas Kehutanan melaksanakan serangkaian kegiatan yang disebut
dengan Triple R, yaitu redesign, reforestasi dan reduksi. Redesign adalah
langkah untuk menata ulang hutan Aceh yang dimulai dari inventarisasi, yang
kemudian dilanjutkan dengan penataan fungsi hutan untuk pembangunan Aceh yang
berimbang secara ekologi. Reforestasi, sebagai bagian dari strategi jangka
panjang pengelolaan hutan Aceh yang harus dimulai sekarang juga. Terakhir
adalah reduksi, yaitu menurunkan laju kerusakan hutan sebagai penunjang
implementasi sektor kehutanan. Kebijakan hutan yang berkelanjutan tentunya
tidak menimbulkan kerusakan hutan sama sekali (Detik, 06 Juni 2007).
Pada tahun 2014 Gubernur Privinsi aceh kembali mengeluarkan Intruksi
Moratorium Tambang (Instruksi Gubernur Aceh Nomor ll/INSTR/2014 tentang
Moratoium Izin Tambang) Dalam Ingub tersebut
disampaikan bahwa dalam rangka mengembalikan fungsi-fungsi wilayah pesisir dan
laut serta untuk menata kembali penambangan mineral di wilayah pesisir dan laut
Aceh perlu diambil kebijakan penghentian sementara penambangan di wilayah
pesisir dan laut Aceh.
Tutupan hutan aceh berkisar 56% dari luas wilayah yang mencapai
5.677.081 Ha: luas hutan konservasi 0,8 juta Ha, hutan lindung seluas 1,6 juta
Ha, hutan produksi seluas 0,4 juta Ha, hutan produksi terbatas seluas 1.6 juta
Ha, dan area hutan penggunaan lainnya seluas 0,4 juta Ha. Hingga tahun 2014 jumlah
luas lahan di Provinsi Aceh yang telah dikonsesi menjadi wilayah usaha
pertambangan mencapai 767.967,09 Ha atau mencapai 22% dari total luas kawasan
hutan di Provinsi Aceh dimana sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No : 170/KPTS-II/200 tanggal 29 Juni 2000 luas kawasan hutan di Aceh mencapai
3.335.613 Ha.
Jumlah
IUP (Izin Usaha Pertambangan) sejak sebelum dilaksanakan Moratorium Tambang
tahun 2007-2010 sebanyak 138 IUP, tahun 2010-2012 sebanyak 109 IUP, dan tahun
2012-2014 ada sebanyak 134 IUP. Berdasarkan
sumber: kemenhut Dirjen Planologi Kehutanan No. S.702/VII-PKH/2014 Data Hutan
Konservasi : 31.316,12 Ha, Hutan Lindung : 399.959,76 Ha. Sebaran IUP di
Kawasan Hutan terdapat 30% hutan konservasi, 45% hutan lindung, dan 25% di
kawasan ekosistem louser yang tersebar di kawasan Hutan. Berdasarkan sumber kemenhut Dirjen Planologi Kehutanan
No. S.702/VII-PKH/2014 Data Hutan Konservasi
Setelah
Moratorium Tambang di laksanakan yang di mulai
sejak di keluarkannya Instruksi Gubernur Aceh Nomor 11/INSTR/2014 tentang
Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ini di berlakukan IUP
di Aceh terus menurun hingga 2016 menyisakan 46 IUP yang tersebar
di kabupaten/kota di Aceh. Berdasarkan sumber Menhut No.941/menhut-II/2013
Hasil Monev. GNPSDA-KPK, 2015 Hutan Konservasi : 4.758 Ha dan Hutan Lindung : 67.351 Ha
Dari data Hasil Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional
Penyelamatan Sumber Daya Alam yang dilanjutkan dan di evaluasi oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi yang di sebut Korsup Minerba 2015 terdapat hutan yang
terselamatkan setelah di berlakukannya Moratorium Tambang ini mencapai :
265.743,70 Ha. (Sumber : data.gerak
aceh.id)
Dari hasil tersebut GeRAK bersama Tim Konsorsium Peduli
Tambang menjumpai gubernur Aceh meminta
agar instruksi gubernur tentang moratoroium kembali di perpanjang jika
instruksi ini tidak di lanjutkan maka semakin banyak pihak yang semena-mena
memperlakukan hutan aceh dimasa yang akan datang. Tentunya meraka bisa merusak
hutan lindung dan hutan konservasi yang ada di Aceh. Jika hal itu terjadi maka
cukup besar kerugian yang akan di terima oleh Aceh.
Dengan itikad baik pada oktober 2016 gubernur mengeluarkan
Ingub terbaru dengan bernomor 9 tahun 2016. Moratorium dilanjutkan selama satu
tahun ke depan yakni telah berakhir pada tahun2017.
Selama diterapkan Ingub tentang moratorium Izin Usaha
Pertambangan Mineral Logam dan Batubara sejak Tahun 2014 hingga 2017, langkah ini
menjadi salah satu championyang
berhasil di tingkat nasional dan bahkan menjadi role model dalam penerapan tata
kelola pertambangan yang baik, disisi lain Aceh juga menjadu salah satu
provinsi di Indonesia yang berhasil mengurangi Izin Usaha Pertambangan (IUP)
dari 138 IUP yang tersebar di kabupaten/kota di aceh pada tahun 2017 saat ini
hanya tersisa 37 IUP lagi baik yang berada dikawasan hutan konservasi dan hutan
lindung.
Pemerintah Aceh sudah berhasil mencabut 101 IUP yang
bermasalah baik IUP sudah mati, IUP berpotensi mati, IUP habis masa, dan
Pemerintah Aceh sudah berhasil kembali menekan laju deforestasi, ini akan
banyak menguntungkan masyarakat aceh salah satunya berkurangnya kerusakan hutan
dan lahan. Bahkan tercatat pasca moratorium lanjutan (edisi 2) ini tercatat
kurang lebih 42.077 ribu hektar hutan juga berhasil diselamatkan. (Sumber : http://data.gerakaceh.id/)
Saat ini juga begitu besar hutang perusahaan
tambang di Aceh kepada Pemerintah. Tercatat banyak perusahaan tambang yang
tersebar di 14 kabupaten/kota yang melum memenuhi kewajibannya secara aturan
pertambangan diantaranya pembayaran Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan jumlah total mencapai 41 Miliar.
Praktek tata kelola sektor tambang sudah
seharusnya dapat bertindak untuk mendukung upaya keberkelanjutan lingkungan
hidup. Penerimaan yang di peroleh dari sektor tambang juga harusnya
dikembalikan lagi untuk program dan kegiatan pembangunan mendukung pembinaan
dan pengawasan pertambangan dan kelestarian lingkungan.
Pemerintah segera mengupayakan untuk
melanjutkan moratorium tambang dan pemerintahan segera untuk merevisi Instruksi
Gubernur Aceh Nomor 09 Tahun 2016 dengan meningkatkan penglibatan peran serta
pastisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan dengan menerapkan
intensif (reward) kepada pihak yang melakukan usaha menjaga kelestarian hutan.
= PenulisadalahKetua BEM
Fakultas HukumUniversitas Muhammadiyah Aceh =